Selasa, Maret 17, 2009

Investasi Pedesaaan

INVESTASI PEMBANGUNAN PERDESAAN
DI KABUPATEN BREBES


A. Pendahuluan

Belum teratasinya masalah kemiskinan mendorong pemikiran akan perlunya suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan. Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai masalah kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai objek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan public. Implikasi dari pandangan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan, tetapi juga tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak masyarakat miskin.

Dalam mengurangi kemiskinan, harus ditinjau bahwa kemiskinan sebagai masalah multidimensi. Kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk mejadi miskin, dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan public yang berdampak pada kehidupan mereka. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan sektoral yang terpusat, seragam dan berjangka pendek. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar mereka, yaitu hak social, budaya, ekonomi dan politik.


B. Pendekatan

Pendekatan umum yang digunakan bertujuan untuk menelaah kondisi/karakteristik wilayah untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada guna mengetahui kecenderungan perkembangan maupun interaksinya dengan wilayah sekitar. Selain itu kajian tentang tata ruang yang ada juga mutlak dilakukan agar diketahui penyimpangan maupun arah kecenderungan yang tidak sesuai dengan yang telah digariskan, maka metode pendekatan yang dilakukan adalah:
1. Prinsip Spatial, pendekatan ini mutlak dilakukan dalam mensinkronisasikan kebutuhan ruang untuk menampung kegiatan dimasa yang akan datang, aksesibilitas beserta sarana dan prasarananya dalam menunjang kegiatan interaksi dengan wilayah sekitar serta mengantisipasi kebutuhan prasarana penunjang wilayah dimasa yang akan datang juga mutlak dilakukan. Tinjauan ini meliputi beberapa aspek:
a. Perubahan strukur ruang dan pusat pelayanan.
b. Hubungan keterkaitan dengan Kabupaten dan wilayah lain (Hinterland).
c. Hubungan keterkaitan antar ruang dan wilayah (Forward Linkage).
d. Sistem perhubungan yang membentuk struktur ruang.
2. Prinsip Proses Bottom Up Planning, hal ini dilakukan dalam rangka mendukung proses ekonomi daerah, dimana pada masa lalu kegiatan penataan ruang dilakukan atas kebijaksanaan dari pemerintah pusat tanpa melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan didaerah sehingga kebutuhan daerah maupun keinginan masyarakat tidak kurang tertampung dan terwakili.
3. Prinsip Regional, suatu prinsip pendekatan wilayah yang memandang wilayah sebagai suatu sistem. Keseluruhan unsur pembentuk wilayah yang meliputi sumber daya alam, sumber daya buatan dan manusia beserta kegiatannya yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan daerah yang berinteraksi membentuk suatu wujud ruang. Pemahaman terhadap peran dan kedudukan Kabupaten Brebes dalam lingkup yang lebih luas yang ada serta interaksinya dengan wilayah sekitar dapat dilakukan melalui penelaahan terhadap kebijakan-kebijakan yang ada.
4. Prinsip Strategis, merupakan pendekatan yang menyangkut tentang fungsi kawasan, peran kawasan atau daerah serta ketersediaan sarana dan prasarana dalam mendukung interaksi antar wilayah.
5. Prinsip Ekonomi, hal ini merupakan pendekatan terhadap aspek perekonomian dalam upaya peningkatan efesiensi dan efektivitas penggunaan potensi-potensi yang dimiliki suatu daerah, pada pendekatan ini kajian terhadap sumber pendapatan masyarakat, sumber pendapatan daerah, serta penanaman modal asing, serta daerah berikut sumber daya alam mutlak dilakukan.
6. Prinsip Sosial Budaya, merupakan suatu prinsip pendekatan kemasyarakatan demi terselenggaranya suatu rencana yang berjalan dengan baik. Hal ini dilakukan agar dapat memahami perilaku anggota masyarakat dalam pembangunan wilayah maupun pola migrasi yang ada.
7. Prinsip Teknis, suatu prinsip yang menyangkut upaya untuk mengoptimalkan penggunaan ruang suatu wilayah dengan cara mengkaji terlebih dahulu suatu wilayah tersebut serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
8. Prinsip Wilayah, suatu prinsip yang menyangkut aspek administrasi, keuangan, hukum, kelembagaan/organisasi serta perundang-undangan yang diharapkan agar suatu perencanaan dapat diterapkan melalui koordinasi antar instansi didaerah dalam pelaksanaan dan pengendaliannya.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penyelesaian pekerjaan ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Pendekatan Gabungan Teoritikal-Legalitas-Empiris
2. Pengekatan Gabungan Kualitatif-Kuantitatif
3. Pendekatan Benchmarking dalam pengembangan Komoditas Unggulan
4. Pendekatan Sistem dalam penyelesaian persoalan
5. Pendekatan Komprehensif


Pendekatan Gabungan Teoritikal-Legalitas-Empiris

Dalam pelaksanaan penyelesaian pekerjaan ini ditempuh pendekatan gabungan, yang menggabungkan antara pendekatan teoritikal, pendekatan legalitas, dan pendekatan empiris. Apabila dalam pendekatan teoritikal lebih banyak memandang persoalan yang hendak diselesaikan dengan sudut pandang teori, sebaliknya dalam pendekatan empiris lebih banyak melihat dari sudut pandang kejadian empiris yang terjadi di realitas yang harus diselesaikan. Pendekatan legalitas lebih melihat pada sudut pandang aspek legal/normatif pada penyelesaian setiap persoalan yang hendak dipecahkan. Tetapi dalam penyelesaian pekerjaan ini tidak dipilih salah satu pendekatan saja, tetapi menggabungkan ketiga pendekatan tersebut untuk saling melengkapi sehingga didapat penyelesaian persoalan yang terbaik / paling optimal.
Pendekatan legalitas pada dasarnya adalah mengakomodasikan semua legalitas yang sudah pernah dibuat dan berlaku untuk menjadi pedoman pada pengembangan selanjutnya. Yang menjadi pedoman tentu merupakan legalitas yang tingkatan kekuatan hukumnya lebih tinggi. Apabila ada perbedaan diantara legalitas yang ada, akan dipakai ketentuan yang ada pada ketetapan legalitas yang lebih tinggi. Sedangkan apabila legalitas lebih rinci berbeda dengan apa yang akan dikembangkan, dapat diabaikan dan dapat dibuat ketentuan transisi untuk mengakomodasikan adanya perbedaan tersebut agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu yang menjadi obyek bagi legalitas yang lebih rinci tersebut pada waktu sebelumnya. Karena yang dipakai dasar dalam pendekatan ini adalah aspek legalitas, maka urutan tingkat kekuatan hukum yang digunakan juga mengikuti ketentuan legal yang ada. Dalam kaitannya dengan penyusunan rencana pengembangan infrastruktur pendukung industri di wilayah kajian, pendekatan ini digunakan agar apa yang akan dilakukan/direncanakan tidak melanggar ketentuan yang lebih tinggi yang sudah ada, dan dapat mengakomodasikan ketentuan transisi jika diperlukan karena kebijakan detail sebelumnya. Oleh karena itu kebijakan mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP), Pengganti Undang-Undang, PP, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur/Bupati, maupun Keputusan Gubernur/Bupati yang terkait dengan pengembangan infrastruktur pendukung di wilayah kajian akan diperhatikan dan diakomodasikan dalam rencana pengembangan berikutnya.
Pada pendekatan teoritikal, teori yang menjelaskan secara lebih detail / spesifik memiliki kekuatan untuk diacu paling tinggi. Sedangkan teori yang lebih umum (memiliki keterkaitan yang relatif agak jauh dari fenomena yang dipecahkan), akan memiliki kekuatan untuk diacu lebih lemah.
Pada pendekatan empiris, persoalan-persoalan yang sudah jelas-jelas menimbulkan masalah dan banyak praktek terjadi, akan menempati posisi tertinggi untuk diselesaikan. Sedangkan persoalan-persoalan yang berlum tentu terjadi relatif dapat diabaikan. Tetapi persoalan yang belum pernah terjadi tetapi dari aspek struktural sudah dapat dipastikan akan menjadi masalah dalam praktek pelaksanaan di lapangan, perlu tetap diperhatikan dalam penyelesaian persoalan atau penetapan kebijakan atau pengembangan sistem.


Pengekatan Gabungan Kualitatif-Kuantitatif

Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang lebih mementingkan aspek kedetailan informasi pada suatu fenomena daripada distribusi kejadian pada suatu populasi. Pendekatan ini lebih melihat pentingnya informasi yang dapat menggambarkan aspek kualitas yang terjadi pada fenomena yang dipelajari dan dipecahkan, daripada prosentasi / frekuensi kejadian. Oleh karena itu teknik sampling dalam pendekatan kualitatif tidak terlalu penting. Sedangkan pendekatan kuantitatif dalam menggambarkan dan memecahkan fenomena, lebih memandang pada frekuensi / distribusi kejadian dalam suatu populasi untuk dapat mewakili kejadian dalam populasi. Oleh karena itu teknik sampling dalam pemakaian pendekatan ini menjadi penting, agar sampling yang diteliti dapat menggambarkan perilaku / kejadian dalam populasi.
Pendekatan kualitatif dilakukan untuk lebih memahami fenomena secara lebih spesifik, lebih kaya informasi, sampai dapat menemukan anomali-anomali yang terjadi dalam populasi/sistem. Oleh karenanya pendekatan kualitatif ini seringkali dilakukan pada penelitian-penelitian deduktif yang bersifat pembuktian teori yang sudah pernah dirumuskan. Sedangkan pendekatan kuantatif karena sifatnya lebih untuk dapat menggeneralisir kejadian/ perilaku dalam populasi, maka sample yang tepat akan mempengaruhi penggeneralisiran populasi dari sample. Oleh karena itu pendekatan ini banyak digunakan pada penelitian yang bersifat induktif, yang menggeneralisir perilaku/kejadian dalam sample menjadi perilaku/kejadian dalam populasi.
Dalam penyelesaian pekerjaan ini, dipakai kedua pendekatan secara komplementatif, dimana pendekatan kuantitatif dipakai untuk dapat melihat perilaku dalam sistem/populasi yang paling banyak dan yang paling sedikit/kecil. Tetapi disamping itu dilengkapi dengan pendekatan kualitatif yang dapat mengekplorasi kejadian/perilaku kecil yang tersembunyi yang selama ini terjadi tidak/kurang terperhatikan sehingga tidak dapat ditangkap dalam pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualtitatif banyak dilakukan dengan metode: wawancara dan Fokus Group Discussion, sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode penyebaran kuesioner.


Pendekatan ”Benchmarking”

Pada pendekatan ini, akan melakukan pembelajaran atas apa yang sudah dilakukan oleh pihak lain/di lokasi lainnya untuk diterapkan dengan perbaikan/penyempurnaan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pihak lain yang sudah lebih dulu melakukan hal yang serupa. Pendekatan Benchmarking ini banyak dilakukan oleh para peneliti dan perancang teknologi di Jepang dalam membuat produk teknologinya. Bahkan seringkali Benchmarking ini dilakukan dengan melakukan ’delivery time’ atas produk hasil benchmarking tersebut lebih cepat daripada produk basis benchmarking. Pendekatan ini menurut bahasa orang awam dinamakan dengan ’Pencontekan Cerdas’.
Pada pendekatan ini perlu dilakukan pengamatan atau investigasi atas apa yang sudah dilakukan oleh pihak lain untuk hal yang serupa. Dalam hal ini apa yang sudah dilakukan pihak lain dalam konservasi energi baik di dalam negeri maupun di luar negeri perlu dilakukan sebagai basis dalam melakukan benchmarking. Bahkan apa yang sudah dilakukan di luar negeri juga dapat dijadikan sebagai basis benchmarking.

C. Metodologi

Tidak ada komentar:

Entri Populer